Bagi sebagian sekolah, ekstrakurikuler (ekskul)
jurnalistik masih dianggap asing. Hal ini wajar, karena sejak lama
ekskul di sekolah masih mengedepankan keinginan birokrat pendidikan
daripada kepentingan peserta didik. Akibatnya, siswa mengikuti ekskul
yang penting hadir dan hanya menggugurkan kewajiban. Seharusnya ekskul
di sekolah dapat menyalurkan bakat serta minat siswa bukan karena
terpaksa.
Selain dapat menyalurkan bakat minat, tetapi ekskul di sekolah juga harus mampu memberikan life skill
(kecakapan hidup) kepada siswa setelah selesai mengikuti kegiatan
tersebut. Apalagi tidak semua lulusan sekolah dapat meneruskan
pendidikannya. Artinya, apabila tidak meneruskan sekolahnya –dengan
bekal kegiatan ekskul di sekolah– dapat menjadi bekal hidup setelah
lulus. Diantara ekskul yang dapat menyalurkan bakat minat sekaligus
memberikan life skill adalah jurnalistik.
Dalam hal penyaluran bakat minat, ternyata ketertarikan siswa dalam
jurnalistik kurang atau bisa dibilang kurang banget. Itu bisa dilihat, di SMP Negeri 1 Bancar ketika
membuka ekskul jurnalistik pertama kali pada tahun 2012 sampai sekarang
ternyata sepi dari peminatnya,mungkin itu karena kurangnya wacana atau pengetahuan anak dalam bidang jurnalisme.Bahkan menurut pengamatan guru pembimbing ektra Jurnalistik di SMP Negeri 1 Bancar dan sekaligus Guru Mata Pelajaran bahasa Indonesia Di Sekolah, belum banyak pengetahuan siswa terhadap dampak positif yang akan dihasilkan dari jurnalistik tersebut kelak buat masa depan mereka. bahkan untuk memotivasi siswa agar lebih berminat dan bergairah dalam menulis, mereka dianjurkan untuk menulis kegiatan sehari-hari mereka dalam bentuk buku diary (harian) dan menulis semua aktifitas sehari-hari.
Di samping itu, ekskul jurnalistik dapat menjadi life skill baik
sekarang maupun setelah lulus dari sekolah. Dengan mengikuti ekskul
jurnalistik siswa dapat belajar menulis, setelah itu hasil tulisannya
dapat dikirimkan ke berbagai media. Setelah dimuat di media massa, anak
bisa merasakan hasil jerih payahnya. Dan ternyata, hal ini bisa
dilakukan banyak pelajar, bahkan ada yang mampu menerbitkan kumpulan
puisi maupun cerpen dalam bentuk buku. Sedangkan manfaat setelah lulus,
jikalau meneruskan ke perguruan tinggi, ekskul jurnalistik dapat
membantu tugas dalam menyusun karya ilmiah.
Tidak hanya itu dengan jurnalistik dapat membantu anak dalam memahami
mata pelajaran yang ada di sekolah, khususnya dalam mata pelajaran
bahasa (Indonesia, Jawa, Inggris, Arab, dan lain-lain). Apalagi dalam
kurikulum terbaru –Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)–, salah
satu aspek penilaiannya adalah menulis. Dengan menulis siswa dengan
mudah memahami sekaligus mempraktekkan langsung teori-teori menulis
dalam pelajaran bahasa tersebut.
Di samping mengajari menulis, ekskul jurnalistik melatih anak tampil lebih berani. Karena diantara materi jurnalistik adalah hunting
(memburu) berita. Dalam mencari berita, anak harus berani wawancara
dengan narasumber dari berbagai profesi, mulai dari tukang becak sampai
presiden. Di sisi lain, ekskul jurnalistik juga mengajari anak agar
lebih kritis terhadap apa yang terjadi di lingkungan. Dengan kata lain
anak akan tanggap apa yang terjadi disekitarnya kemudian direfleksikan
dalam bentuk tulisan.
Dari deskripsi di atas, jelas bahwa ekskul jurnalistik sangat besar
manfaatnya. Harapannya ke depan dengan ekskul jurnalistik di sekolah
akan lahir penulis terkenal masa depan. Banyak penulis ternama sekarang
(misalnya Arswendo Atmowiloto, Cak Nun, Ahamd Sobari dan lain-lain)
ternyata aktivitas menulisnya dimulai sejak di bangku sekolah.
Permasalahannya, apakah Sumber Daya Manusia (SDM) di sekolah untuk
mengajar ekskul jurnalistik sudah memenuhi kompetensi? Karena belum
tentu guru bahasa mampu memahami bahasa jurnalistik. Belum lagi
persoalan minimnya ghirah (semangat) guru untuk bisa menulis.
Oleh karenanya perlu dipersiapkan SDM yang berkompeten dalam bidang
tersebut. Hal ini dapat ditengahi dengan mengambil guru yang waktu
kuliahnya aktif di pers kampus bahkan kalau perlu mengundang praktisi
pers.